Tuesday 28 April 2015

Desain Baru Meterai Tempel 2014

Materai 3000 Edisi 2014
Bea Meterai sudah di kenal di Indonesia sejak Tahun 1817 pada masa penjajahan Belanda, yang disebut De Heffing Van Het Recht Kleinnegel. Di tahun 1966 pada masa Pemerintahan Orde Baru, banyak kebijakan baru di bidang perpajakan yang bertujuan untuk meningkatkan  meningkatkan penerimaan negara.

Pemerintah Indonesia mengeluarkan benda meterai yang diguanakan sebagai alat perantara yang mempunyai kekuatan hukum perdata, ketika salah satu pihak yang menandatangani suatu dokumen diatas meterai maka yang bertandatangan akan tunduk atas perjanjian yang ada pada dokumen tersebut.
Dan pada perkembangannya objek pengenaan materai berkembang hingga sekarang seperti kita ketahui diantara lain :

OBJEK BEA METERAI 
Pada prinsipnya dokumen yang harus dikenakan meterai adalah dokumen menyatakan nilai nominal sampai jumlah tertentu, dokumen yang bersifat perdata dan dokumen yang digunakan di muka pengadilan, antara lain :
a.
Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
b.
Akta-akta notaris termasuk salinannya.
c.
Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah termasuk rangkap-rangkapnya.
d.
Surat yang memuat jumlah uang yaitu:
-
yang menyebutkan penerimaan uang;
-
yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening bank;
-
yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
-
yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah dilunasi atau diperhitungkan.
e.
Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek.
f.
Dokumen yang dikenakan Bea Meterai juga terhadap dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan yaitu surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, lain dan maksud semula.


TIDAK DIKENAKAN BEA METERAI
Secara umum dokumen yang tidak dikenakan bea meterai adalah dokumen yang berhubungan dengan transaksi intern perusahaan, berkaitan dengan pembayaran pajak dan dokumen Negara.
Dokumen yang tidak termasuk objek Bea Meterai adalah:
1.
Dokumen yang berupa:
-
surat penyimpanan barang;
-
konosemen;
-
surat angkutan penumpang dan barang;
-
keterangan pemindahan yang dituliskan diatas dokumen surat penyimpanan barang, konosemen, dan surat angkutan penumpang dan barang;
-
bukti untuk pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
-
surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengirim;
-
surat-surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat-surat di atas.
2.
Segala bentuk ijazah
3.
Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan dan pembayaran lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu.
4.
Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
5.
Kuitansi untuk semua jenis pajak dan untuk penerimaan lainnya yang dapat disamakan dengan itu ke kas negara, kas pemerintah daerah dan bank.
6.
Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi.
7.
Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan-badan lainnya yang bergerak di bidang tersebut
8.
Surat gadai yang diberikan oleh Perum Pegadaian.
9.
Tanda pembagian keuntungan atau bunga dan Efek, dengan nama dan bentuk apapun.

Tanggal 17 Agustus 2014 tahun lalu DJP secara resmi menerbitkan desain baru untuk materai. Materai baru ini berlaku terhitung sejak tanggal 17 Agustus 2014. 

Penerbitan materai baru ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2014 tanggal 21 April 2014.Untuk materai dengan desain lama (edisi 2009) masih bisa  digunakan sampai tanggal 31 Maret 2015

Materai 6000 Edisi 2014
Jadi per tanggal 1 April 2015 materai desain lama tidak berlaku lagi. Untuk ketentuan terbarunya dapat anda Download Di Sini :

Sumber :


  1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia  Nomor 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai
  3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 65/PMK.03/2014 tentang Bentuk, Ukuran, Dan Warna Benda Meterai
  4.  http://dipajak.blogspot.com

Saturday 18 April 2015

Mengapa perlu dilakukan rekonsiliasi Fiskal pada laporan komersial???

Wajib Pajak Badan biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan
yang berbentuk Perseroan Terbatas atau CV. Perusahaan-perusahaan ini dalam prakteknya tentu melakukan proses pembukuan dan pada akhirnya akan menghasilkan laporan keuangan berupa Neraca dan Rugi Laba. Laporan keuangan seperti ini biasanya dibutuhkan oleh berbagai macam fihak terutama sekali adalah pemilik perusahaan dan kreditur. Laporan keuangan ini pada umumnya
digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan.

Penyusunan Laporan Keuangan seperti ini diatur
dalam bentuk standar akuntansi keuangan. Penggunaan standar ini terutama dimaksudkan agar kualitas laporan keuangan bisa dipertanggungjawabkan
sehingga bisa menjadi sarana mengkomunikasikan apa yang telah dilakukan manajemen perusahaan kepada fihak investor atau kreditor. Fihak lain yang sebenarnya berkepentingan terhadap Laporan Keuangan Perusahaan adalah Pemerintah. Mengapa pemerintah
berkepentingan? Karena pemerintah memiliki hak terhadap Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang- undang. Ada ttik persamaan antara investor, kreditor dan pemerintah.

Titik persamaan tersebut terletak kepada bahwa mereka sama-sama berkepentingan terhadap laba perusahaan. Investor melihat laba sebagai suatu hasil dari investasinya di perusahaan tersebut sementara kreditor tentu berkepentingan terhadap pinjaman yang diberikan kepada perusahaan. Tingkat laba bisa memberikan petunjuk atas kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Pemerintah tentu saja berkepentingan terhadap laba perusahaan karena Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan laba perusahaan.

Semakin besar laba perusahaan maka semakin besar Pajak Penghasilan yang bisa ditarik. Begitu juga sebaliknya. Namun demikian, jika Investor dan kreditor bisa langsung menggunakan laporan rugi laba yang disusun berdasarkan standar akuntansi, pemerintah tidak bisa menggunakan langsung laba dalam laporan keuangan sebagai dasar pengenaan pajak. Mengapa demikian? Karena
laba dalam pengertian Pajak Penghasilan adalah laba yang berdasarkan ketentuan dalam Undang- undang Pajak Penghasilan serta peraturan pelaksanaannya. Laba demikian biasa disebut Laba Fiskal, sementara laba yang berdasarkan laporan rugi laba biasa disebut Laba Komersial.


Kalau begitu, apakah perusahaan harus melakukan pembukuan ganda? Jawabnya tidak dan memang tidak boleh melakukan pembukuan ganda. Pembukuan tetap satu yang nantinya akan menghasilkan laporan rugi laba komersial. Nah, kemudian laporan rugi laba komersial ini disesuaikan dengan ketentuan Pajak Penghasilan. Proses penyesuaian inilah yang dinamakan Rekonsiliasi Fiskal.

Dengan kata lain, rekonsiliasi fiskal adalah proses membuat penyesuaian penyesuaian terhadap laporan keuangan komersial dengan berdasarkan ketentuan- ketentuan perpajakan sehingga diperoleh yang namanya Laba Fiskal. Laba fiskal ini, dalam perpajakan sering disebut Penghasilan Neto.

Source: blog pajak

Cover Radiator Yamaha MT25 Full CNC Series

Jangan SALAH pilih cover radiator, niat ingin menjaga kisi-kisi radiator namun malah membuat sirkulasi udaranya tidak maksimal,berdampak ...